Tampilkan postingan dengan label Cukilan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cukilan. Tampilkan semua postingan

Selasa, 31 Desember 2024

Antara Alun-Alun Bandung & Tjokroaminoto



TJOKROCORNER, CUKILAN - Tahukah sobat, alun-alun Bandung, dikenal saat ini dengan hamparan rumput sintetiknya tempat anak-anak bermain dan remajanya bercanda-tawa, sementara orang-orang tua, dewasa ada yang salat dan pengajian di Masjid Raya. 

Tapi tahukah, bahwa seabad yang lalu, persisnya Ahad, 18 Juni 1916 pernah ada pidato tentang kehendak untuk merdeka berpemerintahan sendiri padahal saat itu zaman colonial Hindia Belanda.

Pidato itu berjudul Zelfbestuur, dengan orator Sang Guru Bangsa, HOS Tjokroaminoto, gurunya Soekarno (Nasionalis/NKRI), Semaoen (PKI) dan Kartosoewirjo (Islam - DI/NII).

Pidato itu dihadiri utusan dari 80 Lokal Sarekat Islam (SI) yang mewakili 360.000 anggota Sarekat Islam dari berbagai pulau, Sumatera, Kalimantan,Jawa, dan Sulawesi. 

Dalam pidatonya, Tjokroaminoto berani berteriak lantang, “...bilamana kita memperoleh zelfbestuur yang sesungguhnya, artinya bila tanah air kita, kelak menjadi suatu negara dengan pemerintahan sendiri, maka seluruh lapisan masyarakat semuanya akan menuju ke arah dan bersama-sama memelihara kepentingan kita bersama”.

Tulisan ini disajikan oleh Nunu A Hamijaya, Penulis buku Tetralogi Islam Bernegara & Negara Ummat.

Sumber: 

1. Rambe, Safrizal. Sarekat Islam Pelopor Nasionalisme Indonesia, 1905-1942, Yayasan Kebangkitan Insan Cendekia, 2008, Jakarta.

2. Hamijaya, Nunu A, dkk. (2019), Titik Nol Kehendak Berpemerintahan Sendiri (Zelfbestuur, 1916), Pusbangter, Jatinangor.

Share:

Sabtu, 28 Desember 2024

Oemar Said Tjokroaminoto Di Cianjur: Blok Tjokro & Pendopo


TJOKROAMINOTO, CUKILAN - Salah satu cerita masyarakat Gununghalu, Ciranjang yang sejak tahun 80-an menjadi desa-desa pemekaran seperti Sindangjaya, Sindangsari, dan Kertajaya mengenal sebuah kawasan persawahan yang disebut Blok Tjokro. 

Keberadaan Blok Tjokro berkaitan dengan cerita Pak Tjokroaminoto, pimpinan SI (Sarekat Islam) saat itu (1916-1917) satu-dua kali ke Cianjur, antara lain Ciranjang. Pak Tjokro saat itu didampingi tokoh SI, yaitu Mohammad Basir (tahun 1945-an menjadi Pimpinan Hizbulloh) dan Lurah Usip Gununghalu.   

Tokoh-tokoh SI Cianjur pada saat itu adalah RD. Prawirakoesoemah (penggerak S.I. Afdeling B), Assoeri (Sekretaris S.I. Afdeling Cianjur) dan H. Djalil (Cibaregbeg Cibeber, Cianjur).

Dalam kaitan Blok Tjokro ini, diceritakan bahwa terjadi persengkataan tanah antara agan-agan menak Cianjur yang kemudian diselesaikan secara baik oleh Pak Tjokro. Sebagai imbal jasanya, maka Pak Tjokro mendapat lahan sawah yang diberinamanya yaitu Blok Tjokro. 

Kawasan pesawahan tersebut sejak tahun 84, berada di Desa Sindangsari, Kampung Seuseupan, dengan perubahan nama menjadi Blok Sampih.

Kejadian tentang Blok Tjokro ini saat Bupati Cianjur ke-12 adalah RAA Wiranakusumah – Dalem Hadji (1912-1920). Beliau dikenal dekat dengan tokoh-tokoh SI, antara lain KHR Muhammad Nuh Bin Idris, (ayah KHR Abdullah bin Nuh) pendiri Madrasah Al I’anah, pada 17 September 1912. 

Beliau seorang ulama alumni Mekkah, junior Hadratus Syeikh Hasyim Asy’ari (Pendiri NU) dan KH Ahmad Darwis alias KH Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah) yang pernah berkunjung ke Kaum Cianjur menemui Mama Nuh Idris.(bukan Mama Nuh Gentur!). KHR Muhammad Nuh Idris terakhir sebagai anggota Konstituante (1955-1959) dari Partai Masyumi.

Terlebih pada tahun 1916, menjelang peristiwa kongres nasional Natico CSI (National Congress Central Sarikat Islam), pada 17 – 24 Juni 1916 di Bandung (Alun-alun dan Gedung Concordia/ Gedung Merdeka), bahwa pendopo Cianjur digunakan sebagai salah-satu tempat rapat persiapan panitianya. 

Dalam rentang tahun itulah bahwa tokoh-tokoh SI Pusat , seperti Abdoel Moeis dan Tjokroaminoto antara tahun 1916-1917 berkesempatan berkunjung ke afdeling Cianjur, termasuk ke wilayah Ciranjang yang dikenal sebagai basis massa SI, sejak didirikannya di Cianjur tahun 1913.

Kaum al I’anah, 28/12/2024

Tulisan ini disajikan oleh Nunu A Hamijaya, Penulis buku Tetralogi Islam Bernegara & Negara Ummat.

Share:

Minggu, 15 Januari 2023

Bangunkan dan Didik Rakyat!


TJOKROCORNER, CUKILAN -
Perjuangan di tengah medan kebangsaan dan keumatan, dalam pandangan Tjokroaminoto, mestilah berbasis pada kondisi obyektif rakyat. Dari sanalah lokomotif perjuangan digerakkan.

Ini bermakna bahwa untuk mengubah kondisi rakyat, modal utamanya adalah kekuatan rakyat itu sendiri. Karena rakyat punya potensi kekuatan besar, tinggal perlu diaktualkan.

Tugas para pemimpinlah memandu transformasi sosial dengan membangunkan rakyat, yang ibarat kata sedang tertidur lelap dininabobokan oleh realitas kesejahteraan semu.

Tjokroaminoto yakin sedalam-dalamnya, "Apabila rakyat sudah bangun dari tidurnya, tidak ada sesuatu pun yang dapat menghalangi pergerakannya.

Sejalan dengan teriakan Marco Kartodikromo, "Didiklah rakyat dengan pergerakan", Tjokro menjatuhkan pilihan pada upaya persatuan, melalui organisasi pergerakan berbasis Islam.

Lalu, mengapa Islam? Ini bukan semata karena sentimen keagamaan dan politik identitas sempit. Pilihan ini didasari oleh analisis geopolitik dan geostrategis bahwa Islam me jadi anutan mayoritas anak bangsa.

Tentu saja, Islam yang dimaksud oleh Sang Guru Bangsa adalah Islam yang sejati, Islam yang peduli dan mengabdi pada rakyat, bukan Islam yang kehilangan watak sosialisnya.

Share:

Minggu, 08 Januari 2023

Sekuat-kuatnya Takut


TJOKROCORNER, CUKILAN - Mengapa Tjokroaminoto meletakkan rasa takut kepada Allah sebagai landasan gerak perlawanan yang digerakkannya sepanjang hayat? 

Sebab meyakini bahwa sekuat-kuatnya takut kepada Allah akan mendorong seseorang untuk tidak lagi takut pada segenap anasir-anasir hidup yang bisa menggoyahkan komitmen kejuangan.

Seseorang yang masih takut pada kejamnya penguasa, khawatir pada kemiskinan dan kehilangan harta-benda, serta was-was akan ditinggalkan anak dan bini, tak layak menyandang gelar pejuang.

Itulah sebabnya, Tjokroaminoto selalu mewanti-wanti, "Tiap-tiap orang Islam tidak harus takut kepada siapa atau apapun juga, melainkan diwajibkan kepada Allah saja".

Tentu, ini bukan bermakna bahwa kita menjadi pemberani yang membabi-buta, ketidaktakutan pada selain Allah mesti diterapkan secara terukur dan terencana berdasarkan pertimbangan strategis.

Inilah makna secerdas-cerdas siasah, ikhtiar mengibarkan bendera keberanian, dengan langkah-langkah taktis yang terukur dan terkendali yang mengedepankan pendekatan setinggi-tinggi ilmu.

Share:

Senin, 21 November 2022

Cinta Sebetul-Betulnya


TJOKROCORNER, CUKILAN - Sebelum membahas soal kapasitas dan kompetensi seorang pemimpin, terlebih dahulu Tjokroaminoto mengingatkan bahwa modal awal seorang pemimpin rakyat yang sungguh-sungguh, adalah cinta.
“Kalau kamu mau menjadi pemimpin rakyat yang sungguh-sungguh, lebih dahulu kamu harus cinta betul-betul kepada rakyat.” Demikian Tjokroaminoto menggariskan.
Kesungguhan seorang pemimpin untuk memenuhi kebutuhan rakyat yang dipimpinnya, dibangun di atas pondasi cinta. Mereka yang tak mencintai rakyat, tak akan menjadi pemimpin rakyat yang sesungguhnya.
Lalu bagaimana manifestasi cinta seorang pemimpin pada rakyatnya? Jang Oetama berkata, “Korbankanlah jiwa ragamu dan tenagamu untuk membela kepentingab rakyat, sebab kamu adalah satu bagian daripadanya.”
Menjadi bagian rakyat, bukan hanya sekadar klaim sebagai wakil dan representasi rakyat dalam politik elektoral. Menjadi bagian rakyat bermakna makan bersama rakyat, tidur bersama rakyat, dan bekerja bersama mereka.
Share:

Senin, 07 November 2022

Tauhid Ialah Koentji


TJOKROCORNER, CUKILAN - Pada ulasannya perihal sandaran gerak perjuangan dalam Program Azas dan Tandhim PSII, Tjokroaminoto menegaskan posisi Tauhid sebagai sandaran pertama dan utama dalam gerak laju perjuangan Islam yang dihelat oleh Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII).

Uraian mengenai hal tersebut, lalu disebarluaskan untuk dijadikan sebagai sandaran gerak perjuangan umat Islam secara umum. Bahkan di hadapan kader-kader Jong Islamieten Bond yang mengikuti Kongres ke VI di Bandung, 22 Desember 1928, Tjokro menegaskan hal tersebut.

Dalam Memeriksai Alam Kebenaran, Jang Oetama mewasiatkan, "Tidak bisa manoesia mendjadi oetama jang sesoenggoeh-soenggoehnja --tidak bisa manoesia mendjadi besar dan moelia dalam erti kata jang sebenar-benarnja, --tidak bisa ia mendjadi berani dengan keberanian jang soetji dan oetama, kalau ada banjak barang jang ditakoeti dan disembahnja."

Tak ada yang berhak ditakuti dan disembah oleh manusia apabila ia hendak menjaga keutamannya sebagai manusia yang suci sesungguh-sungguhnya dan mulia sebenar-benarnya, kecuali Allah.

"Keoetamaan, kebesaran, kemoeliaan, dan keberanian jang sedemikian itoe hanjalah bisa tertjapai karena 'Tauhid' saja, tegasnja menetapkan lahir-bathin: Tidak ada Sesembahan melainkan Allah sadja --["La Ilaha illa'llah"] sebagai jang dinjatakan dalam Qoeran Soetji." Lanjut Tjokro.

Share:

Selasa, 01 November 2022

Turun Ke Desa


TJOKROCORNER, CUKILAN - Bagi Tjokroaminoto kepemimpinan bukan semata perkara kedudukan dan jabatan formal. Kepemimpinan adalah bagaimana seseorang menjadi pihak yang hadir bersama masyarakat, dan lalu menjawab kebutuhan mendasar dari massa rakyat yang dipimpinnya.

Dengan tegas, Sang Guru Bangsa mengingatkan pada segenap mereka yang mendaku diri sebagai pemimpin, khususnya pemimpin umat, "Terjunlah di kalangan masyarakat, pimpinan rakyat di desa-desa. Terjunlah jadi dukunnya rakyat kaum tani di desa-desa." 

Dalam konteks kepemimpinan Islam, Jang Oetama menggariskan agar pemimpin umat tidak mempolitisasi Islam untuk kepentingan sesaat, melainkan benar-benar menjadikan Islam sebagai jawaban atas problem kebangsaan yang dihadapi.

Kepemimpinan yang menjadi 'dukunnya rakyat kaum tani di desa-desa', tentu saja mereka yang tidak berlaku lancung dengan menyelewengkan potensi umat menjadi tak lebih dari sekadar angka-angka suara pada dinamika politik elektoral, atau sebagai kerumunan massa besar yang bisa dibelokkan sesuai dengan kepentingan dan hasil negosiasi para makelar massa berkedok gelar sebagai pemimpin umat.

Share:

Sabtu, 29 Oktober 2022

Setajam Pikiran


TJOKROCORNER, CUKILAN - Dalam karya pamungkasnya, Memeriksai 'Alam Kebenaran', H.O.S. Tjokroaminoto menegaskan tentang urgensi pikiran dalam memahami substansi agama.

"Oentoek mengenal dan mengetahoei harga kebaikannja sesoeatoe Igama, haroeslah kita melihat, memandang dan memikirkan Igama itoe daripada tempat pendiriannja seorang pelajar jang mempergoenakan setadjam-tadjam fikirannja (critisch)"

Begitu kalimat pembuka Jang Oetama dalam risalah yang merupakan transkrip pidatonya di hadapan para pemuda yang tumpah ruah memenuhi ruang sidang Kongres ke VI Jong Islamieten Bond di Bandung, 22 Desember 1928.

Pernyataan ini menabalkan bahwa pikiran yang tajam merupakan perangkat mutlak untuk mengenal dan mengetahui nilai substansial dari agama, dalam hal ini agama Islam.

Maka menjadi pengikut Tjokro berarti menjadi seorang intelektual yang menakar kebenaran dengan neraca setajam-tajam pikiran. Bukan karena adat kebiasaan, bukan karena takhayul, pun bukan karena perintah nenek moyang.

Share: